Ilustrasi Pekerja Seks Komersial |
Dewata
News.Com - Setelah
diberitakan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi bersama orang
dekat Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah di Hotel Le Meridien, mendadak nama
Maharany Suciyono menjadi buah bibir di kampusnya, Universitas Dr. Moestopo.
Dara cantik itu diduga terlibat gratifikasi seks, meskipun akhirnya tudingan
itu dibantahnya.
Desas-desus soal Rany dengan cepat
beredar luas. Dikabarkan keberadaan Rany di Hotel Le Meridien tidaklah
cuma-cuma, dia dibayar Rp 10 juta. Akibat perbuatannya tersebut, dara cantik
itu mendapat predikat negatif di lingkungan kampusnya.
Namun pihak universitas dengan tegas
menolak jika Rany disebut sebagai wanita penghibur. "Untuk mendapatkan
uang anak kami tidak sampai sejauh itu," kata Kepala Biro Kemahasiswaan dan
Alumni Universitas Meostopo, Usmar Ismail, kepada merdeka.com beberapa waktu
lalu.
Meski belum terbukti sebagai wanita
penghibur, namun apa yang dilakukannya tersebut tetap tidak laik buat seorang
mahasiswi. Akibat perbuatannya ini, tidak sedikit masyarakat yang memberi cap
'ayam kampus' kepada mahasiswi yang sudah dikeluarkan dari kampusnya tersebut.
"Praktik ayam kampus itu suatu
bentuk prostitusi yang sulit dibuktikan, prostitusi terselubung," kata
penulis buku kontroversial "Jakarta Undercover" Sex in The City)
Muammar Emka saat dihubungi merdeka.com, Jumat (8/2).
Penulis yang telah menghasilkan lebih
dari 20 buku itu menambahkan, aksi yang dilakukan ayam kampus sulit dibuktikan
karena tidak ada tanda terima setiap mereka bertransaksi.
"Tidak ada bukti tertulis, jadi
tidak bisa dibuktikan bersalah."
Mengenai cara beroperasi seorang ayam
kampus, jelas Emka, para penjaja sex ini bisa dilihat dari kegiatan mereka.
Para ayam kampus dalam mencari mangsanya, mereka biasa hang out di cafe-cafe
yang banyak terdapat pejabat atau eksekutif.
"Biasanya mereka beraksi saat
lunch, coffee time, dan saat tea in the afternoon," ujarnya.
"Pokoknya bisa keciri deh," lanjutnya.
Mengenai cara beroperasinya, penulis
yang identik dengan jenggot panjang tipisnya tersebut menjelaskan, biasanya
para ayam kampus ini bekerja dengan beragam cara.
"Jalur mereka beragam, ada yang
pake agency model, talent scouting, dan single fighter. Untuk yang single
fighter ini, macam cara dilakukannya untuk menggaet korban, salah satu caranya
dengan windows shopping," tuturnya.
Camelita yang sudah bergelut di dunia ini
sejak 2010, mengaku memasang tarif Rp 2-3 juta untuk short time.
"Tapi short time di sini dalam artian cuma sebatas nemenin makan
sambil ngobrol doank yah. Ya paling tiga sampai empat jam," tutur
Camelita.
"Tapi, kalau aku sih membatasi diri, dalam artian aku enggak mau sampai
kebablasan. Jadi paling nemenin makan, karaoke atau kalau si om lagi mau
'kenceng' ya udah aku temenin," tambah Camelita.
Sekadar informasi, kata 'kenceng' di kalangan mereka diartikan sebagai keadaan
di mana seseorang sedang dalam pengaruh obat-obatan terlarang dan biasanya hal
tersebut dilakukan di club malam.
Camelita sendiri mengaku selektif memilih teman kencan. Jika ada pria yang
mengajak lebih dari sekadar berkencan, maka dia akan memasang tarif tinggi.
Itupun tidak semua dilayani karena ada kriteria-kriteria fisik yang harus
dipenuhi.
"Kalau sampai nemenin tidur Rp 8 juta. Tapi saya maunya yang usianya 35-an
lah, jadi tidak terlalu tua," ucap wanita bertinggi 167 cm itu.
Camelita mengaku sebenarnya berasal dari keluarga yang lumayan berada. Namun,
karena tuntutan pergaulan dan juga eksistensi, dirinya nekat menjalani profesi
sampingan sebagai 'ayam kampus'.
"Orang tua dua-duanya sih kerja. Biaya hidup juga cukup lah. Tapi ya itu
balik lagi karena pergaulan," ucap anak pertama dari dua bersaudara ini.
"Makanya, karena orang tua aku masih berkecukupan itu yang membuat aku
nggak terlalu fokus nyari 'pesenan'. Aku kan kadang juga jadi model, suka ikut
pemotretan, terus suka jadi SPG (Sales Promotion Girl) event. Ya kalau
nyari 'pesenan' lumayan deh dapet buat isi paket BB," canda Camelita
sambil tertawa lepas.
Dengan profesinya ini, Camelita bisa membiayai kuliahnya sendiri. "Memang
sih ya nggak munafik juga, karena sering 'dipesen' itu makanya aku jadi berani
buat bayar kuliah sendiri. Kalau ngandelin model sama SPG event ya belum
ketutup soalnya kan aku kalau belanja suka kalap. Jadi paling ya itu, duit
hasil dari 'klien' abis buat bayar kuliah ya sama buat biaya hidup, kayak
belanja deh contohnya," pungkas Camelita. (*).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com