Mataram, Dewata News.Com – Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, bersikeras mempertahankan peraturan bupati yang membolehkan pegawai negeri sipil melakukan poligami, meskipun Kementerian Dalam Negeri menentang hal itu.
Wakil Bupati Lombok Timur, Khairul Warisin di Lombok Timur, Selasa
(21/10) menyatakan, pemungutan uang senilai Rp1 juta sebagai biaya retribusi
yang harus dikeluarkan oleh PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur
yang akan melakukan poligami, tetap diberlakukan.
Sebab, kata dia, uang poligami sebesar Rp1 juta itu, dimaksudkan sebagai
biaya denda yang harus dikeluarkan bagi para PNS yang tetap nekad untuk menikah
kembali. Arti kata uang itu, bukan dimaksudkan untuk semata menghimpun dana
guna menambah pendapatan asli daerah (PAD), melainkan untuk membuat efek jera.
“Jadi biaya sebesar Rp1 juta itu murni sebagai denda kepada PNS yang
akan menikah lagi,” katanya.
Ia menjelaskan, apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur tersebut,
sebenarnya sudah sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Karena,
Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 26 Tahun 2014 sudah sejalan dengan
pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang sumber pendapatan asli
daerah lainnya yang sah.
Oleh karenanya, orang nomor dua di Pemkab Lombok Timur itu menegaskan,
biaya Rp1 juta yang harus dikenakan kepada PNS yang menikah lagi, merupakan
persyaratan terakhir setelah semua ketentuan lainnya dipenuhi.
“Uang itu kita kenakan sebagai denda, untuk memberatkan supaya PNS yang
ada tidak menggampangkan melakukan poligami,” tegasnya.
Menurut dia, apa yang dilakukan Pemkab Lombok Timur, tidak lain
dimaksudkan semata-mata untuk mencegah agar para PNS tidak berpoligami. Hanya
saja karena peraturan tersebut tidak dibaca secara utuh dan runtut, sehingga
membuat seolah-olah aturan itu dianggap keliru dan bertentangan dengan
undang-undang,” sesalnya.
Namun meski ditentang banyak pihak, termasuk Kementerian Dalam Negeri,
pihaknya bersikukuh tidak akan mencabut Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 26
Tahun 2014 tersebut.
“Kami akan tetap lanjutkan, jadi tidak ada alasan Menteri Dalam Negeri
membatalkan peraturan itu,” ujarnya.
Selain itu, ia juga sangat menyayangkan jika hanya Kabupaten Lombok
Timur yang menjadi sasaran, sebab di kabupaten/kota lain justru juga menerapkan
peraturan yang sama, meskipun dirinya tidak menyebutkan daerah mana yang
dimaksud.
“Kita ini memiliki jumlah penduduk yang terbesar di NTB, tetapi jumlah
poligaminya cukup kecil. Tetapi ini bukan soal banyak dan tidak banyak
poligami. Namun, kita justru ingin mencegah supaya PNS tidak kawin lagi,” kata
Khairul Warisin. (DN~ant).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com