Oleh : I Made Tirthayasa*
Danau Tamblingan adalah sebuaah danau yang terletak di lereng sebelah utara Gunung Lesung, kawasan Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Danau ini merupakan satu dari tiga danau kembar yang terbentuk di dalam sebuah kaldera besar. Di sebelah timur berturut-turut terdapat Danau Buyan dan Danau Beratan. Diapit oleh hutan disekelilingnya serta dikarenakan letaknya di dataran tinggi membuat lingkungan danau ini berhawa sejuk.
Danau Tamblingan adalah sebuaah danau yang terletak di lereng sebelah utara Gunung Lesung, kawasan Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Danau ini merupakan satu dari tiga danau kembar yang terbentuk di dalam sebuah kaldera besar. Di sebelah timur berturut-turut terdapat Danau Buyan dan Danau Beratan. Diapit oleh hutan disekelilingnya serta dikarenakan letaknya di dataran tinggi membuat lingkungan danau ini berhawa sejuk.
Danau di wilayah Desa Gobleg ini, selain menyimpan sejarah peradaban juga penuh
misteri. Peradaban sejarah tersebut, terutama sejak zaman pemerintahan Raja
Ugrasena pada abad ke-11. Terbukti sejumlah situs pura di lereng bukit yang
mengitari danau itu, diempon, tidak saja oleh masyarakat Buleleng namun juga
mnasyarakat Tabanan. Berkenan dengan itulah, tak berkelebihan kalau Pemkab
Buleleng melirik kawaan pura ini sebagai kawasan wisata spiritual dan sejarah,
sekaligus sebagai kawasan wisata suci dalam hening.
Dari sejarah disebutkan, pada abad 10M
sampai 14M lingkungan Danau Tamblingan adalah pemukiman yang pusatnya berada di
Gunung Lesung sebelah selatan danau. Karena suatu alasan penduduknya kemudian
berpindah ke empat daerah berbeda yang jaraknya masih berdekatan dengan areal
danau. Keempat desa itu kemudian disebut Catur Desa , yang berarti empat desa,
yakni Desa Munduk, Gobleg, Gesing, dan Umejero. Keempat desa ini memiliki
ikatan spiritual dan memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk menjaga
kesucian danau dan Pura yang ada di sekitarnya.
Menurut bukti-bukti sejarah, ribuah tahun
silam, di kawasan ini pernah ada kehidupan masyarakat yang sangat teratur. Baik
dari segi tata pemerintahan, tata ekonomi maupun sosial budaya. Hal itu dapat
diketahui dari penemuan prasasti beberapa waktu lalu.
Dari segi topografi, kawasan ini adalah
daerah resapan yang secara alami meneteskan berbagai sumber-sumber
kesejahteraan keberbagai kawasan di daerah Bali. Pasalnya, di kawasan ini
terdapat hutan yang masih lestari dan tiga buah danau sebagai sumber kehidupan.
Sebagai salah satu obyek wisata alam,
Danau Tamblingan tidak dikembangkan ke arah pariwisata modern demi menjaga
kelestarian alam dan lingkungannya. Yang menjadi daya tarik utama tempat ini
bukan hanya pesona alamnya, namun juga karena banyaknya pura yang menyimpan
sejarah dan perkembangan peradaban serta kebudayaan Bali, khususnya menyangkut
pembentukan dan perkembangan Desa Tamblingan.
Nama
Tamblingan berasal dari dua kata dalam Bahasa Bali yaitu Tamba berarti obat,
dan Elingang berarti ingat atau kemampuan spiritual. Disebutkan pula, dalam
Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul bahwa masyarakat di wilayah itu konon
pernah terkena wabah epidemi. Sebagai jalan keluar seseorang yang disucikan
kemudian turun ke danau kecil di bawah desa untuk mengambil air untuk obat.
Berkat doa dan kemampuan spiritual beliau, air itu kemudian dijadikan obat dan
mampu menyembuhkan masyarakat desa. Kata Tamba dan Elingang inilah lama
kelamaan menjadi Tamblingan.
Ketika “duet kepemimpinan” Buleleng Putu Bagiada dan Gede Wardana,
Pemerintah Kabupaten Buleleng sempat mewacanakan kawasan danau Tamblingan
sebagai kawasan wisata spiritual dan sejarah, dengan menyiapkan beberapa ekor
kuda di tapal batas Danau Tamblingan.
Menurut Wabup Buleleng waktu itu, Gede
Wardana pengelolaan kuda bakal diserahkan kepada masyarakat adat di sekitar
dana sebagai langkah awal perkenalan obyek wisata alam ini. Nantinya selain
kuda, alat transportasi apa-pun tak boleh memasuki kawasan danau. Menurut
Wardana, prospek penataan Danau Tamblingan menjadi obyek wisata spiritual
sekaligus wisata berkuda sangat cerah. Sesungguhnya, pemanfaatan transportasi
berkuda di kawasan hijau Danau Tamblingan sudah dimulai sejak zaman nenek
moyang.
Masyarakat zaman dulu di Buleleng kerap
melakukan penjelajahan hutan lindung dengan menaiki kuda. Ketika Danau
Tamblingan dihidupkan kembali menjadi obyek wisata spiritual yang nyaman dan
indah, dengan sendirinya kawasan itu tidak terganggu plusi udara.
Selain kegiatan wisata secara umum, Danau
Tamblingan juga akan difokuskan menjadi pusat kegiatan-kegiatan spiritual
seperti tapa brata, yoga untuk meningkatkan iman dan taqwa masyarakat yang
datang ke tempat itu. Penetapan Danau Tamblingan sebagai pusat kegiatan
spiritual diharapkan mampu menanamkan konsep berpikir Tri Hita Karana di
kalangan masyarakat Buleleng. ‘’Sebab, selain menyimpan nilai-nilai sakral,
sesuai keyakinan masyarakat Bali, Danau Tamblingan juga disebut Sunan Jagad Bali sebagai salah
satu peninggalan leluhur”.
Disisi lain, mantan Kadisbudpar Buleleng
Ida Bagus Puja Erawan menjelaskan, sudah
adanya ramu-rambu pengelolaan objek wisata Danau Tamblingan melaui SK Bupati
No. 100/2003. Menurutnya, pengelolaan teradap obyek wisata alam yang memiliki
panorama cukup menarik sepenuhnya ditangani desa dinas. Dana yang masuk dari
pengelolaan obyek wisata terebut, 50 persen masuk kas desa dan sisanya lagi
disetor ke kas daerah.
Sarana transportasi yang disebut pedau
Sebagai wisata alam, Danau Tamblingan
bebas polusi dengan melarang pengunjung menggunakan sampan bermesin. Apalgi jetsky, spedboat dan sejenis, agar
panorama tetap lestari dan asri. Sangat diharapkan, masyarakat pengunjung
menggunakan alat angkut tradisional seperti jukung.—
- Pemred Dewata News
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com