Ketua BEC Gede Suyasa |
Buleleng, Dewata News – Buleleng
Endek Carnaval (BEC), bukan hanya menjadi ajang kebangkitan kain endek khas Buleleng,
namun juga menjadi ajang mendokumentasikan motif-motif endek khas daerah ini.
Kini sebanyak 19 motif endek khas Buleleng telah terdokumentasikan dan disimpan
dalam bentuk karya film dokumenter.
Film dokumenter berjudul Cinta di Selembar Endek (Selayang Pandang Kain
Endek Buleleng) itu, digarap sutradara asal Buleleng, Putu Satria Kusuma, yang
telah meraih sederet penghargaan pada Pesta Kesenian Bali (PKB). Film
dokumenter yang digarap Putu Satria itu, memiliki durasi sepanjang 19 menit dan
40 detik, dan akan ditayangkan pada 9 Agustus mendatang, disela-sela lomba
fashion anak dan lomba fashion ke kantor.
Ketua Panitia BEC, Gede Suyasa di Singaraja, Jumat (01/08) mengatakan,
dokumentasi dalam film dokumenter sengaja dibuat, agar dokumentasi mengenai
endek Buleleng, tidak bersifat dokumentasi statis. Film itu nantinya dapat
didistribusikan ke seluruh satuan kerja perangkat dinas (SKPD) dan dapat
diputar dalam berbagai kegiatan pemerintah, termasuk diantaranya pameran.
Suyasa mengatakan, dokumentasi itu sangat penting, untuk menjaga
keaslian dan kualitas endek khas Buleleng, sekaligus mencegah motif endek khas
Buleleng dari kepunahan.
Ketua Bappeda Buleleng asal Tejakula ini tidak menampik, beberapa motif
endek kini sudah tidak diproduksi lagi, karena punah. “Ini dokumen mengenai
motif yang tidak kita kenal, harus diakui ada banyak motif yang memang tidak
kita kenal, tapi ternyata ada,” ujar Suyasa.
Motif-motif itu ditemukan di empat desa, yakni di Desa Sinabun dan Desa
Giri Mas di Kecamatan Sawan, Desa Bondalem di Kecamatan Tejakula, serta Desa
Kalianget di Kecamatan Seririt. Nantinya perajin dari empat desa itu akan
diberikan stand tersendiri saat Buleleng Festival, 6-10 Agustus mendatang.
Menurut Suyasa, sebenarnya cukup banyak perajin yang ada di Buleleng.
“Tapi setelah kami eksplorasi, ternyata itu songket, bukan endek. Makanya tidak
kami dokumentasikan,” imbuhnya.
Putu Satria Kusuma |
Sutradara film, Putu Satria Kusuma
mengungkapkan, ada banyak motif yang selama ini tak dikenal. Salah satunya
motif singa yang berasal dari Desa Kalianget. Motif ini berbeda dengan motif
Singa Ambara Raja, dan konon motif itu ditemukan sejak zaman penjajahan
Belanda.
“Ada juga beberapa fakta-fakta penggunaan endek yang sekarang mengalami
pergeseran. Ada beberapa endek yang sebenarnya digunakan pada acara khusus,
seperti manusa yadnya, tapi sekarang digunakan untuk acara sehari-hari,
sudah dimodifikasi,” jelasnya saat ditemui Dewata News.com, Jumat (01/08).
Satria Kusuma seniman teater,sastra dan film dokumenter mengaku
menemukan 19 motif endek dalam risetnya. Motif-motif itu meliputi dobol
kesitan, dobol mekirig, singa, kukusan, matahari, sekordi, ceplok, anggrek,
cegcegan, wayang nagasepeha, tombak gongseng, daun anggur, wajik, gempolan, naga
candi, kembang jepun, singaraja, pitolo, dan kembang jepun.
”Dari motif-motif itu, beberapa diantaranya sudah terancam punah.
Diantaranya motif Wayan Nagasepeha yang kainnya ditemukan secara tak sengaja
pada tahun 1960-an, naga candi, dan motif singa,” kata Satria Koesuma yang
mantan karyawan Departemen Penerangan yang kini menempati satu posisi penting
pada Dinas Komonikasi dan Informatika Kabupaten Buleleng. (DN~TiR).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com