Buleleng, Dewata News.com — Angka
perceraian di Kabupaten Buleleng dalam enam bulan terakhir tahun 2014 ini,
tercatat sangat tinggi dibandingkan tahun 2013 sebelumnya, bahkan menunjukkan
peningkatan hingga 50 persen.
Dari data yang dihimpun di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, hingga
pertengahan tahun 2014 ini tercatat sebanyak 148 kasus perceraian yang di
putus. Padahal, pada periode yang sama tahun 2013 sebelumnya tercatat 180 kasus yang
ditangani PN Singaraja.
”Sudah 148 kasus perceraian yang di putus di pertengahan tahun 2014 ini.Yang
teregisterasi dalam kasus perceraian masih cukup banyak dan saat ini
sedang di proses,” jelas Ketua PN Singaraja I Made Seraman, Kamis (24/07).
Ia memprediksi kenaikan angka perceraian di Buleleng meningkat hingga 50
persen, dan adanya trend ini, karena tingkat kesadaran hukum masyarakat sudah
mulai tumbuh, terutama akan adanya kepastian hukum.
Menurut Made Seraman, alasan perceraian yang terjadi kebanyakan akibat
percekcokan, perselingkuhan, KDRT hingga persoalan ekonomi. ”Bisanya kalau soal
ekonomi lebih pada persoalan pekerjaan. Satunya menganggur sedang pasangannya
bekerja atau penghasilan keduanya tidak seimbang,” ucapnya.
”Dari sejumlah kasus perceraian itu, yang terbanyak ada pada kasus
perselingkuhan maupun ketidakmengertian mengenai hukum perkawinan,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan, dari sejumlah kasus perceraian di temukan salah
satu pihak melakukan gugatan akibat pasangannya kawin lagi, padahal belum
mengantongi surat perceraian yang sah. ”Dalam kasus seperti ini biasanya
pasangan tersebut sudah pisah dan baru dinyatakan sah secara adat. Sedang
secara undang-undang masih terikat perkawinan, karena belum memiliki akta
perceraian sebagaimana mereka memiliki akta perkawinan dari Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil,” paparnya.
Seraman yang bulan depan akan
dilantik menjadi Ketua PN Mataram, Lombok ini menandaskan, dari semua kasus
perceraian tersebut, telah terjadi pergesaran nilai perkawinan yang tadinya
dianggap sakral, kemudian anggapan berkembang dan pelan-pelan nilai sakral itu
melemah. ”Pengaruh terhadap perubahan mental juga sangat siginifikan,” ucapnya.
Agar kondisi itu tidak semakin parah, Seraman menilai, peran pemerintah
untuk melakukan pembinaan sangat penting, di samping peran Adat juga sangat
penting untuk melakukan sosialissasi soal undang-undang perkawinan. (DN~TiR).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com