|
Illustrasi tato bagian punggung |
~ Bagi sebagian orang, tato tak
sekedar seni melukis tubuh secara
permanen, lebih dari itu, tato bisa menjadi media untuk menyimpan kenangan.
Namun, pada saat yang sama, para penggemar tato juga harus menghadapi cibiran
di tengah stereotip negatif masyarakat terhadap tato
Buleleng (Dewata News) – Fakta
dilapangan menunjukkan perkembangan komunitas tato belakangan ini sepertinya
tidak lagi dikhususkan bagi orang dewasa saja. Buktinya belakangan ini juga
telah menjalar di kalangan generasi muda, khususnya pelajar.
Banyak siswa yang mulai gemar akan lukisan
tinta di tubuh. Fakta ini tentu membuat ketar-ketir dunia pendidikan, karena
keberadaan tato identik dengan perbuatan negatif yang dilakukan penggunanya.
Meski ada juga yang melihat tato sebagai seni (art).
Jumlah pelajar yang tubuhnya ditato pun
cendrung mengalami peningkatan. Tidak hanya laki-laki, tato juga mulai
menjalari pelajar perempuan.
|
Illustrasi tato pada tubuh cewek |
Dari informasi yang diperoleh dari salah
satu pelaku usaha tato menunjukkan, kini banyak pelajar yang bertato. Terbukti,
70 persen pelanggannya adalah para pelajar. ”Tidak hanya pelajar cowok, pelajar
cewek pun juga ada yang bertato untuk pemanis tubuh. Dulu, cewek bertato identik dengan cewek kafe atau nakal, tapi sekarang
terkadang yang tidak pakai tato dicemooh dan kerap dibilang pingitan,”
ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng
Dewa Ketut Manuaba sangat menyayangkan bila ada pelajar yang bertato, apalagi
sifatnya permanen. Menurutnya, pelajar sebagai generasi penerus harus bisa
memberikan contoh yang baik bagi adik kelasnya.
Apalagi dikhwatirkan jika ada pelajar
bertato bisa menghambat masa depan mereka, khususnya saat mencari pekerjaan
yang memang salah satu syaratnya tidak boleh bertato.
Mengantisipasi hal ini, pihaknya meminta
pihak sekolah bisa tegas mengambil tindakan jika memang anak didiknya diketahui
bertato. ”Meski ada yang bilang tato adalah sebuah seni, tapi bagi saya pelajar
kurang pas, karena belum saatnya. Karena itu seklah juga harus beranitegas
mengambil tindakan, jika perlu berikan sanksi bagi anak didiknya yang bertato,”
ungkapnya.
Ia menyimak adanya PP 17 tahun 2010 yang
mengatur tentang Pengelolaan Pendidikan, aretinya seklah sudah memiliki tata
tertib dan kode etik tentang mana yang bolah dan tidak boleh.
Sementara di tempat terpisah, Kepala Dinas
Kesehatan Bali dr.Ketut Suarjaya memaparkan, jika jarum tato yang dipakai untuk
mentato tidak diganti atau dipakai berulang-ulang dan tidak disteril dengan
baik, maka besar potensinya menularkan HIV apabila sebelumnya menato penderita
HIV. ”Selain HIV, tato yang tidak steril juga menyebabkan penakit infeksi
lainnya, seperti tetanus dan peradangan kulit. Meskipun jarum disteril, infeksi
bisa juga terjadi jika kulit orang yang ditato kotor dan tidsk dibersihkan,“
tutur Suarjaya.
Dokter asal Desa Pengastulan, Seririt,
Buleleng ini mengatakan, ancaman pembengkakan pembuluh darah dan nyeri di
jaringan saraf juga bisa terjadi, apabila tukang tato tidak memahami betul
struktur organ yang hendak ditatonya. (DN~TiR).—
seni itu di miliki oleh semua orang,namun bagaimana kita memanfaatkannya......
ReplyDelete