Buleleng
(Dewata News) – Petani
garam di Desa Tejakula, Buleleng, saat ini terancam gulung tikar, selain karena
minimnya lahan garam, juga kurangnya sinar matahari akibat cuaca buruk
belakangan ini. Lahan yang biasa digunakan menjemur air laut, terendam air
hujan.
Berbeda halnya dengan petani lahan basah yang bersuka cita menyambut
musim penghujan, tidak demikian ceritanya bagi petani garam.
Para petani garam biasa hidup dengan memanfaatkan air laut yang diolah
secara sederhana memanfaatkan sinar matahari untuk diproses menjadi garam.
Kondisi cuaca buruk membuat produksi garam berhenti total selama tiga
bulan, sehingga membuat petani garam merugi.
Salah seorang petani garam I Nyoman Sarya, ditemui Selasa (04/3)
mengatakan, sudah tidak bisa mendapatkan penghasilan dari usaha membuat garam
sejak Desember 2013 lalu. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia memilih
melaut mencari ikan.
Petani garam lainnya Luh Yuni mengaku, kini beralih profesi menjadi
pencari batu pantai. Penghasilan yang diperoleh pun sangat minim. Itu terpaksa
dilakukannya mengingat cuaca untuk bertani garam belum mendukung.
”Per ember batu cuma dapat Rp5 ribu dan sebenarnya belum cukup untuk
makan sehari-harinya, dibanding bertani garam yang penghasilannya lebih tinggi.
Biasanya saya menghasilkan hingga 20 kg garam per harinya, dan per kg biasanya
dijual Rp7 ribu,’’ ujarnya.
Menurut dia, umumnya cuaca bertani garam yang baik di musim kemarau,
sekitar April hingga September. (TiR).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com