Dewata News - Denpasar
Kebabasan pers merupakan hak asasi politik yang harus dijamin penggunaannya secara konstitusional dan yuridis. Terhadap pers tertentu yang kebablasan dalam menggunakan kebebasannya, secara hukum memungkinkan masyarakat untuk meminta pertanggung jawaban melalui jalur hukum. Kebebasan pers yang kebablasan kemungkinan “didorong” oleh penggunaan konsep kemerdekaan pers. Kebebasan pers harus tetap tunduk pada pembatasan penggunaan HAM,karena kebebasan pers bukan merupakan HAM yang bersifat mutlak (absolut). Demikiandisampaikan oleh Prof. Dr Yohanes Usfunan, SH, MH, Ahli Hukum dan Guru Besar Fakultas Hukum UNUD, pada saat menjadi narasumber dalam acara Sarasehan Program Bali Mandara di Gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernur (6/12), seperti diberitakan Suluh Bali.
Ia mengumpamakan pers di Indonesia saat ini ibarat seperti burung lepas dari sangkar, selain bebas untuk bersuara pers juga sudah keluar dari kebebasan bahkan cendrung kebabalasan. “Banyak pers yang tidak profesional keluar dari fungsi utama sebagai yaitu pemberi informasi, mendidik, menhibur dan kontrol sosial. Setiap berita sudah pasti akan memiliki dampak baik terhadap pemerintah, masyarakat maupun privasi seseorang, maka dari itu, kebebasan pers harus tetap diawasi oleh sebuah lembaga independen,tambah Yohanes. Selain itu menurutnya pers juga harus tetap berpedoman pada kode etik jurnalistik.
Ada beberapa keluhan yang disampaikan oleh peserta sarasehan yang pernah menjadi korban pers, seperti apa diungkap oleh Ngurah Sudiana, Ketua PHDI Bali, yang mana beritanya pernah dipelintir oleh pers dan beritanya tidak dimuat gara-tidak membayar. Keluhan juga disampaikan oleh seorang mahasiswa IHDN Denpasar yang sangat tidak nyaman dengan berita tentang masalah yang menimpa institusinya, dan berita tersebut cendrung hanya melihat sisi negatif dari lembaga dengan tidak pernah membertakan hal-hal positif yang ada.
Gubernur Bali, Mangku Pastika yang hadir pada kesempatan berpendapat bahwa Undang-undang pers pada saat dibuat penuh dengan suasana euforia kebebasan, sehingga dalam UU tersebut tidak memberi peluang perlindungan bagi masyarakat kecuali jawab. perlindungan cendrung hanya ditujukan kepada pelaku pers baik wartawan maupun pemilik media. Ketidakadilan ini harus di segera dicari jalan keluar. “Kurang adanya tanggung jawab dari pemilik perusahaan media dengan dampak yang ditimbulkan dari sebuah pemberitaan, dimana banyak opini yang kemudian dijadikan fakta,” tandasnya.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com