Dewata News - Denpasar
Warga Sumber Kelampok kembali mengadakan demo terkait ketidaksetujuan mengenai kepemilikan tanah yang berlokasi di Sumber Kelampok seperti yang tertulis menurut Undang-undang No 86 tahun 59 dan peraturan pemerintah No 8 tahun 53 dimana yang berisikan tentang bekas hak barat yang dinasionalisasi yang secara otomatis menjadi aset pemerintah Provinsi.
Seperti diberitakan Suluh Bali , Dalam aksinya digedung DPRD Provinsi Bali yang didukung ratusan orang ini, Warga Desa Kelampok diterima langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Bali I Made Arjaya yang saat itu juga didampingi Dewa Nyoman Rai selaku anggota Komisi I DPRD Bali.
I Putu Artana yang merupakan Perbekel dari Desa Sumber Kelampok menyatakan warganya datang ke Denpasar hanya ingin menerima jawaban langsung mengapa pemerintah mengakui tanah tempat tinggal mereka sebagai tanah aset Provinsi, “Dulu kami sudah menerima surat dari BPN mengenai undang-undang PP No 11 Tahun 2010 yang mengindikasikan tanah tersebut adalah tanah terlantar, dan kami telah menerimanya,” ujar Artana.
Artana juga menyebutkan bahwa pihaknya telah menerima surat dari BPN Bali pada tahun 2011 lalu, dan telah mengikuti berbagai prosedur yang disyaratkan agar lebih cepatnya pengeluaran SK mengenai tanah tersebut, termasuk mohon dukungan terhadap Gubernur Bali.
“Prosedur ini sudah kami ikuti, tapi tolong jangan menyebut ini tanah aset Provinsi,” tegasnya.
Dalam hal ini Made arjaya yang menerima aksi tersebut memberikan pemaparan, pihaknya telah mengadakan proses agar mendapat solusi yakni masyarakat desa Sumber Kelampok dapat memiliki wilayah yang wilayah tersebut dimiliki oleh masyarakatnya secara utuh, yang dalam artian masyarakat tersebut memiliki hak secara sah baik administrasi maupun adat.
“Jadi mohon dimaklumi, kita disini bekerja secara bertahap dan tidak bisa secara global begitu saja,” ungkap Arjaya.
I Putu Artana yang merupakan Perbekel dari Desa Sumber Kelampok menyatakan warganya datang ke Denpasar hanya ingin menerima jawaban langsung mengapa pemerintah mengakui tanah tempat tinggal mereka sebagai tanah aset Provinsi, “Dulu kami sudah menerima surat dari BPN mengenai undang-undang PP No 11 Tahun 2010 yang mengindikasikan tanah tersebut adalah tanah terlantar, dan kami telah menerimanya,” ujar Artana.
Artana juga menyebutkan bahwa pihaknya telah menerima surat dari BPN Bali pada tahun 2011 lalu, dan telah mengikuti berbagai prosedur yang disyaratkan agar lebih cepatnya pengeluaran SK mengenai tanah tersebut, termasuk mohon dukungan terhadap Gubernur Bali.
“Prosedur ini sudah kami ikuti, tapi tolong jangan menyebut ini tanah aset Provinsi,” tegasnya.
Dalam hal ini Made arjaya yang menerima aksi tersebut memberikan pemaparan, pihaknya telah mengadakan proses agar mendapat solusi yakni masyarakat desa Sumber Kelampok dapat memiliki wilayah yang wilayah tersebut dimiliki oleh masyarakatnya secara utuh, yang dalam artian masyarakat tersebut memiliki hak secara sah baik administrasi maupun adat.
“Jadi mohon dimaklumi, kita disini bekerja secara bertahap dan tidak bisa secara global begitu saja,” ungkap Arjaya.
Arjaya juga menyampaikan hal mengenai surat yang menyebutkan bahwa tanah tersebut adalah tanah terlantar sangat perlu diluruskan, karena menurut BPN pada saat rapat mengenai Sumber Kelampok yang dengan tegas menyatakan, bahwa ada pengecualian terhadap tanah aset milik pemerintah tersebut tidak bisa disebut tanah yang ditelantarkan. “Saat itu saya lihat warga dari Sumber Kelampok tidak ada yang datang, padahal Pak Artana sudah berjanji akan datang,” pungkasnya.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com