Dewata News - Denpasar
Ketua Badan Pertanahanan Nasional (BPN) Bali Heri Santoso menyatakan tidak ada tanah terlantar di Desa Sumber Kelampok, Grokgak Buleleng. Hal ini disampaikan atas simpang siur informasi seolah-olah ada tanah terlantar.
Seperti diberitakan Suluh Bali , Dikatakan Heri luasan HGU nomor 2 lebih kurang seluas 267,8 hektar dan HGU nomor 3 lebih kurang 151,9 hektar jadi total keseluruhannya menjadi 419,8 hektar dan semuanya berlokasi di Sumber Kelampok.
Heri mengatakan menurut Undang-undang No 86 tahun 59 dan peraturan pemerintah No 8 tahun 53 dimana yang berisikan tentang bekas hak barat yang dinasionalisasi adalah otomatis menjadi aset pemerintah, “Yaitu dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi Bali,” tegasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan tahun 2010 ada peraturan pemerintah No 11 Tahun 2010, yaitu mengenai Tanah Terlantar. Tanah Terlantar yang dimaksud adalah HGB atau HGU, yang apabila 3 tahun diberikan hak dan sertifikat tetapi peruntukannya tidak sesuai dengan pemberiannya maka akan dijadikan sebagai tanah terlantar.
Dalam pasal tersebut juga dijelaskan yang tidak termasuk tanah terlantar yaitu apabila tanah tersebut Tanah Instansi Pemerintah, “Jadi tanah Desa Kelampok ini tidak termasuk tanah terlantar karena merupakan milik Instansi Pemerintah dan tidak menjadi objek tanah terlantar yang merupakan pengecualian dari Undang-undang PP No 11 Tahun 2010,” jelasnya.
Heri mengaku pihaknya masih menunggu kebijakan dari Gubernur dan kewenangan dari DPRD mengenai status aset tersebut. Pihaknya juga sangat mendukung pembentukan Pansus guna membantu proses pendataan di lapangan.
Ia juga menjelaskan tentang PT.Margarana yang dulunya merupakan pemilik hak barat yaitu hak bekas Belanda yang dinasionalisasi dengan Undang-undang No 86 Tahun 59 junto PP No 8 Tahun 53 tentang nasionalisasi bahwa tanah bekas hak barat itu menjadi tanah hak Pemerintah.
Dalam penjelasannya itu, Heri juga menyatakan tentang tanah di Pemuteran yang masyarakat sempat menganggap sebagai tanah terlantar, dan tidak sempat menggunakan HGU nya dikarenakan HGU nya telah habis dan kembali lagi menjadi aset Pemerintah dan tidak bisa dijadikan tanah terlantar.
Seperti diberitakan Suluh Bali , Dikatakan Heri luasan HGU nomor 2 lebih kurang seluas 267,8 hektar dan HGU nomor 3 lebih kurang 151,9 hektar jadi total keseluruhannya menjadi 419,8 hektar dan semuanya berlokasi di Sumber Kelampok.
Heri mengatakan menurut Undang-undang No 86 tahun 59 dan peraturan pemerintah No 8 tahun 53 dimana yang berisikan tentang bekas hak barat yang dinasionalisasi adalah otomatis menjadi aset pemerintah, “Yaitu dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi Bali,” tegasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan tahun 2010 ada peraturan pemerintah No 11 Tahun 2010, yaitu mengenai Tanah Terlantar. Tanah Terlantar yang dimaksud adalah HGB atau HGU, yang apabila 3 tahun diberikan hak dan sertifikat tetapi peruntukannya tidak sesuai dengan pemberiannya maka akan dijadikan sebagai tanah terlantar.
Dalam pasal tersebut juga dijelaskan yang tidak termasuk tanah terlantar yaitu apabila tanah tersebut Tanah Instansi Pemerintah, “Jadi tanah Desa Kelampok ini tidak termasuk tanah terlantar karena merupakan milik Instansi Pemerintah dan tidak menjadi objek tanah terlantar yang merupakan pengecualian dari Undang-undang PP No 11 Tahun 2010,” jelasnya.
Heri mengaku pihaknya masih menunggu kebijakan dari Gubernur dan kewenangan dari DPRD mengenai status aset tersebut. Pihaknya juga sangat mendukung pembentukan Pansus guna membantu proses pendataan di lapangan.
Ia juga menjelaskan tentang PT.Margarana yang dulunya merupakan pemilik hak barat yaitu hak bekas Belanda yang dinasionalisasi dengan Undang-undang No 86 Tahun 59 junto PP No 8 Tahun 53 tentang nasionalisasi bahwa tanah bekas hak barat itu menjadi tanah hak Pemerintah.
Dalam penjelasannya itu, Heri juga menyatakan tentang tanah di Pemuteran yang masyarakat sempat menganggap sebagai tanah terlantar, dan tidak sempat menggunakan HGU nya dikarenakan HGU nya telah habis dan kembali lagi menjadi aset Pemerintah dan tidak bisa dijadikan tanah terlantar.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com