Diterpa Rumor Suap, Ini Jawaban Pastikerta - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

10/8/13

Diterpa Rumor Suap, Ini Jawaban Pastikerta

Dewata News ( Gubernur Bali Made Mangku Pastika )


Dewata News - Denpasar

Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Moctar oleh KPK terkait dugaan menerima suap dari Bupati Gunung Mas, Kalimantan Selatan, dijadikan sebagai pintu peluang untuk menyuarakan kembali ketidakpuasan PDIP terhadap hasil Pilkada Bali, dimana calon yang diusungnya kalah dalam persidangan MK Juni lalu.

Seperti dilansir POP BALI , Dalam upayanya, Wasekjen DPP PDIP Hasto Kristianto menghembuskan rumor suap dalam sengketa Pilkada Bali yang ditangani oleh MK, sebagai tambahan terhadap upaya eksaminasi hasil pilkada Bali yang sedang diajukan oleh Ketua Bidang Hukum dan Advokasi PDIP Arteria Dahlan.



Pastikerta Jamin Tak Ada Suap

Menanggapi rumor yang dihembuskan oleh Hasto Kristianto, Ketua Tim Pemenangan Pastikerta Gde Sumarjaya Linggih menjamin tak ada tindakan suap yang dilakukan oleh pihaknya dalam sengketa Pilkada Bali.

“Kami tidak pernah melakukan suap dalam sengketa Pilkada Bali. Kami jamin tidak ada suap. Kemenangan Pasti-Kerta ini atas kepercayaan masyarakat Bali, bukan atas suap,” ujar pria yang akrab dipanggil Demer ini, Senin (7/10) kemarin.

Demer yang juga Wasekjen DPP Partai Golkar itu juga mengatakan, tidak ada suap dalam kebijakan politik pihaknya. Lagipula, tidak ada alasan bagi pihak Pastikerta untuk menyuap.

“Ngapain kami menyuap hakim MK, kan kami sudah menang dalam rekapitulasi di KPUD Bali. Kalau yang kalah dimenangkan, itu baru ada apa,” imbuhnya.

Terhadap upaya pihak PDIP untuk mengajukan eksaminasi putusan MK yang dimenangkan pihaknya dalam Pilkada Bali, Demer tak mau ikut campur, ia mempersilakan.

“Kami tidak mau ikut campur. Kan dia yang mengajukan, jadi silakan saja,” katanya.

Pihaknya juga tak merasa terganggu dengan pengajuan eksaminasi itu dan sepenuhnya menyerahkan kepada pihak MK.

“Kami tidak terganggu. Itu terserah MK mau menerima atau tidak,” tandasnya.

Mengenai tidak adanya suap, secara terpisah juga disampaikan oleh I Gusti Putu Artha, mantan ketua KPU RI yang saat pilkada Bali bertindak selaku konsultan politik Koalisi Bali Mandara. Dalam testimoni yang ia publikasikan di akun Facebooknya Putu Artha menyebutkan:

“Saya ingin menyampaikan testimonei berkaitan dengan Pilgub Bali dan tertangkapnya AM,” tulisanya.

Salahsatu point (dari total 4) dalam testomoni itu menyebutkan, adalah tidak ada alasan bagi pihak PASTIKERTA untuk melakukan penyuapan. Hal itu karena menimbang beberapa fakta:

Pertama, selama proses persidangan berlangsung Artha mengaku tak pernah mengetahui adanya upaya penyuapan.

“Selama saya bersentuhan langsung hampir tiap jam di Jakarta berkaitan dengan Sidang MK, saya tidak pernah mendengar, tau dan melihat ada upaya pihak manapun untuk mencoba menyuap hakim MK,” terangnya.

Kedua, sebagai konsultan katanya ia telah meyakinkan Pastikerta bahwa posisinya amat aman.

“Angka 996 yang C1-nya sama milik Bawaslu Bali, KPU Bali dan Pastikerta akan menjadi kartu truf untuk meyakinkan majelis, bahwa silakan disandingkan C-1 Pastikerta siap dan yakin menang. Karena itu, saya mau katakan suara rakyat Bali memang memenangkan Pastikerta dengan keunggulan 996,” paparnya lebih jauh.

Ketiga, adanya fakta bahwa gugatan awal yang mempersoalkan kuantitas C1 belakangan malah berubah menjadi issue kualitatif dengan menyoal 14 TPS yang diyakini memilih mewakilkan.

“Perilaku memilih mewakilkan ini di persidangan terbukti dan dilakukan kedua belah pihak. Itu sebabnya, Atreria (kuasa hukum PDIP) tak satupun bisa menghadirkan saksi PAS di TPS ke MK karena jika bersaksi tentu disepekang banjar,” imbuhnya.

Pasalnya,kata Putu Artha, kesepakatan mewakilkan dalam pemilihan mereka buat secara bersama-sama karena alasan geografis pemukiman yang jauh sulit terjangkau.

“Faktanya juga C-1 dan D1 di desa diteken kedua belah pihak saksi,” imbuh Artha.

Melihat fakta-fakta tersebut, Putu Artha berkeyakinan bahwa kliennya tak melakukan penyuapan.

“Terlalu bodoh jika Pastikerta harus menyuap majelis MK, sementara kemenangan sudah pasti di depan mata. Dan hingga saat ini saya punya keyakinan kuat Pastikerta main bersih!”

Ia bahkan mengatakan bahwa lawan kliennyalah yang ‘bermain’ kurang bersih dalam berbagai Pilkada.

“Justru lawan yang main kurang bersih, dan kelak dalam buku saya “HITAM PUTIH PEMILU INDONESIA” yang sedang saya buat, akan saya beberkan semua dengan data-data otentiknya!” kata Putu Artha dalam testimoninya.



Rumor Suap Antara 80 Hingga 200 Milyar


Sebelumnya, sebuah organisasi bernama “Aliansi Masyarakat Bali Penegak Konstitusi” menyebutkan ada dugaan penyuapan dalam pilkada Bali. Majelis hakim panel yang menangani sengketa Pilgub Bali Juni lalu diduga telah menerima uang suapa antara Rp 80 hingga 200 Milyar. Untuk itu mereka meminta agar KPK melakukan penyelidikan terhadap dugaan tersebut.

“Kami meminta KPK melakukan penyelidikan. Di publik telah terdengar adanya penyuapan sebesar Rp 80 miliar sampai Rp 200 miliar kepada majelis hakim panel mengadili perkara tersebut khususnya hakim konstitusi Akil Mochtar,” ujar Sekretaris Aliansi Masyarakat Bali Penegak Konstitusi, Agung Wira, di kantor KPK, Jakarta, Senin (7/10/2013), tanpa merinci “di publik” yang ia maksudkan.

Wira dan kawan-kawannya menduga ada kejanggalan dalam Pilkada Bali.

“Ditemukannya banyak pemilih yang mencoblos diwakilkan orang lain dan atau menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali,” imbuhnya.

Kata Wira, dalam persidangan terbukti telah terjadi pemilihan dengan menggunakan hak pilih orang lain atau memilih lebih dari satu kali di 19 Tempat Pemungutan Suarat (TPS).

“Namun, MK pada 20 Juni 2013 dalam putusannya menyatakan bahwa pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari satu kali atau pemilih yang diwakilkan dibenarkan dan Mahkamah menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Wira bersemangat.

Sebagai catatan, dalam amar putusan yang dibacakan oleh Akil Mochtar, sidang memutuskan untuk menguatkan hasil Pleno KPU Bali yang dilaksanakan pada 26 Mei Lalu dan menetapkan pasangan Made Mangku Pastika-Ketut Sudikerta (PASTIKERTA) sebagai pemenang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali.

Dalam rapat pleno rekapitulasinya, KPU Provinsi Bali telah menetapkan pasangan Made Mangku Pastika-Ketut Sudikerta (PASTIKERTA) memperoleh 1.063.734 (50,02 persen) suara, atau unggul 996 suara dibandingkan pasangan AA Ngurah Puspayoga-Dewa Nyoman Sukrawan (PAS) yang memperoleh 1.062.738 (49,98 persen) suara.

Ketetapan Pleno KPU Bali tersebut ditolak oleh pasangan PAS, karena pihaknya menduga ada selisih perhitungan hasil perolehan suara dan pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur dan massif, dalam proses penyelenggaran Pilgub Bali yang diselenggarakan oleh KPU. Dengan itu, PAS melayangkan gugatan ke MK.

Namun dari persidangan dengan nomor perkara 62/PHPU.D-XI/2013, Majelis Hakim yang menangani PHPU Kepala Daerah Bali tidak menemukan bukti-bukti cukup yang menguatkan dugaan pihak pemohon (PAS), sehingga memutuskan untuk menolak permohonan penggugat. Karena putusan sidang MK ini bersifat final, maka putusan ini juga secara otomatis memenangkan pasangan calon PASTIKERTA dalam pemilihan Gubernur Bali. Dan Made Mangku Pastika bersama Ketut Sudikerta pun telah dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.

Namun kubu PAS yang disusung oleh PDIP menduga ada kejanggalan dalam putusan tersebut. Dan tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK baru-baru ini, setidaknya menurut Wasekjen DPP PDIP Hasto Kristianto, menjadi pintu untuk mengungkap kejanggalan tersebut.

Hasto, dalam keterangan tertulis mengatakan, ada beberapa keanehan dalam pelaksanaan Pilkada Bali. Selain diwarnai dengan pengerahan Brimob sebesar 9 SSK dan pengerahan aparat intelijen, pilkada Bali juga menuai kontroversi.

“Lebih dari 138 TPS di Kabupaten Karangasem ditemukan pemilih mencoblos lebih dari 1 kali atau diwakilkan,” ujarnya dalam keterangan pers tertulis seperti dirilis oleh Tribunnews pada Senin (7/10/2013).

Yang aneh, lanjut Hasto, Akil Mochtar justru membuat dalil hukum yang baru. Menurut Akil, mencoblos lebih dari satu kali atau diwakilkan dapat dibenarkan, selama hasil kesepakatan atau tidak dipersoalkan di TPS, dan tidak ada manipulasi, serta pernah dilakukan dlm pemilu sebelumnya.

“Inilah akrobat hukum”yang terjadi. Selidik punya selidik, ternyata berdasarkan informasi yang cukup akurat, ada dana sekurang-kurangnya Rp. 80 milyar yang beredar dan diduga menjadi fulus bagi Akil,” tuturnya.

Mengajukan Eksaminasi Putusan MK

Sebelum meminta KPK menyelidiki dugaan suap terkait Pilkada Bali, kuasa hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan telah menyatakan niatnya untuk mengajukan permintaan eksaminasi putusan sengketa Pilkada yang pernah dibuat oleh MK ketika dipimpin oleh Akil Mochtar, termasuk sengketa Pilkada Bali.

“Kami akan minta pada Majelis Kehormatan Hakim MK agar menggelar eksaminasi putusan yang ditangani Pak Akil,” kata Arteria dari Badan Hukum dan Advokasi PDIP, seperti dirilis oleh BBC Indonesia.

Permintaan eksaminasi menurut Arteria bukan semata didasari tudingan Akil menerima suap. Ia mempertanyakan dasar hukum yang dipakai hakim konstitusi dari Partai Golkar itu saat memutuskan sengketa.

“Bagaimana Pemilukada di Kab Tebo, Kab/Kota Waringin Barat, Kab Nias Utara dan Selatan. Juga bagaimana pemilu di Provinsi Bali, Jawa Barat dan Sumatera Utara?” Tanya Arteria.

“Apa betul pertimbangan hukumnya seperti itu?” gugatnya.

Harapan besar disematkan pada Majelis Kehormatan Hakim Mahkmah Konstitusi yang pada Jumat (04/09) ini baru mulai sidang perdananya. Arteria Dahlan mewakili PDIP meminta Majelis bertindak melakukan eksaminasi.


Tanggapan MK dan KPK Terhadap Permintaan Eksaminasi

Dalam pernyataannya kepada BBC Kamis (03/10), Wakil ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan kinerja Majelis Kehormatan akan berpusat pada putusan sengketa Pilkada Kab Gunung Mas. Kasus lain tak akan turut selidiki Majelis.

Di sisi lainnya, juru bicara KPK Johan Budi mengatakan penyidik tak akan tinggal diam jika memang ada bukti baru mengarah kepada dugaan suap dalam kasus lain. Johan justru mengundang masyarakat serta pihak berperkara jika merasa ada informasi yang layak ditelusuri.

“Ayo serahkan pada KPK agar bisa ditelusuri, apakah benar memang ada suap atau cuma dugaan saja,” kata Johan.

Sementara itu, Agung Wira yang meminta KPK untuk menyelidiki dugaan suap dalam sengketa Pilkada Bali, sampai saat ini belum memberitahukan apakah pihaknya memiliki bukti otentik atau belum. Dalam keterangan persnya hanya mengatakan “tahu dari publik”.

Demikian halnya dengan Hasto Kristianto. Ia juga belum menyatakan apakah pihaknya telah mengantongi bukti atau belum. Dia hanya mengatakan “selidik-punya-selidik” dan “dari informasi yang dapat dipercaya.”




 

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com